Sistem Informasi Desa Pasiraman Kidul
SEJARAH RINGKAS DESA PASIRAMAN KIDUL
Sampai sekarang belum ada tulisan resmi tentang berdirinya Desa Pasiraman. Menurut cerita dari mulut ke mulut katanya Pasiraman sebelumnya bernama Karangwuni. Karangwuni merupakan sebuah dukuh (desa kecil) yang unik, kira-kira memiliki kisah sebagai berikut ini. Katanya sejarah Pasiraman terkait dengan kerajaan Mataram. Nama Mataram sudah ada sejak zaman dahulu, yaitu kerajaan Mataram tempo doeloe yang merupakan kerajaan Jawa terbesar pada jamannya, disamping Sriwijaya di Palembang yang dipimpin Syailendra. Kedua kerajaan tersebut merupakan kerajaan terbesar di Nusantara saat itu. Mataram lama didirikan dengan ibukota di Ratuboko (dekat Kalasan). Raja yang terkenal seperti Empu Sindok, Sanjaya, Dharmawangsa dan Erlangga yang kemudian memindahkan kerajaaan di Kediri. (Sumber : Sunarto,MataramKerajaanBesardiJawa).
Pendiri Kerajaan Mataram baru adalah Panembahan Senopati. Mataram merupakan hadiah dari Sultan Hadiwijoyo atas keberhasilan Ngabehi Loring Pasar anak Ki Pemanahan yang berhasil membunuh Arya Penangsang. Mataram tidak seperti daerah lain di pantai utara yang sudah maju seperti Demak dan Pati, tetapi masih merupakan hutan yang disebut alas Mentaok dan merupakan daerah pegunungan yang terbelakang. Oleh kepemimpinan Ngabehi Loring Pasar yang kemudian berganti namanya menjadi Sutowijoyo, Mataram dibangun menjadi daerah yang makmur dan berobsesi ingin menjadikan Mataram sejaya Mataram lama . Setelah merasa kuat, Sutowijoyo melepaskan diri dari kekuasaan Pajang (Sultan Hadiwijoyo/Djoko Tingkir).
Di bawah kekuasaan Panembahan Senopati hampir seluruh Jawa bagian tengah dan timur dapat dipersatukan kecuali Mangir yang akhirnya dapat ditaklukkan juga lewat perkawinan putri tertua Panembahan Senopati yaitu Puteri Pambayun dengan Ki Ageng Mangir. Panembahan Senopati mempunyai 3 orang putera : Yang paling sulung Raden Mas Kentol yang ditunjuk menjadi Adipati Demak, putera kedua Raden Mas Gatut yang ditunjuk sebagai Adipati Ponorogo dan yang ketiga Raden Mas Jolang. Tahun 1601 Panembahan Senopati wafat, sebagai pengganti ditunjuk Raden Mas Jolang yang tentu saja mengakibatkan kedua kakaknya (R. M. Kentol dan R. M Gatut) merasa tidak nyaman karena kedua kakaknya tersebut lebih tua. Setahun kemudian di Batavia didirikan Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC orang Jawa menyebutnya Kumpeni). R.M. Jolang dapat memerintah dengan baik dan bergelar Sunan Prabu Anyokrowati dan meninggal pada 1612 karena suatu kecelakaan di Krapyak sehingga beliau diberigelarPangeranSedaKrapyak.
Sebagai pengganti R. M. Jolang ditunjuk R. M. Durya yang bergelar Pangeran Adipati Martapura tetapi tidak lama menduduki tahta karena menderita sakit jiwa. Kemudian pada 1613 diganti kakak sulungnya yaitu R. M. Rangsang seorang putera yang fisiknya luar biasa (badannya tinggi dan tegap serta dada bidang) yang kemudian bergelar Sultan Agung Anyokrokusumo. Pada pemerintahan Sultan Agung dengan menggunakan kepemimpinan tangan besi sebagian besar di lingkungan Kesunanan Solo (Surokarto Hadiningrat) dan Kesultanan Yogyakarta (Ngayojokarto Hadiningrat). Sultan Agung menyandang gelar Senopati Ing Alogo Ngabdulrachman Panotogomo yang selain sebagai sultan yang memimpin wilayah juga merupakan pemimpin agama, tetapi VOC semakin kuat dan pada 1610 mendirikan lodge/loji/perwakilan dagangnya di Jepara sehingga membahayakan Mataram. Pada 1618 kantor perwakilan VOC di Jepara yang dipimpin oleh Steven Doenssen dengan beraninya dibakar oleh pasukan Sultan Agung. Gubernur Jenderal waktu itu Jan Pieterszoon Coen atau biasa disebut oleh orang Jawa waktu itu sebagai Mur Jangkung marah besar. Sultan Agung bertutut-turut menaklukkan Lasem (1616), Pasuruan (1617), Pajang (1617). Tuban (1619), menyusul Madura (1924), kemudian Surabaya dan Wirasaba.
Tahun 1628 Mataram menyerbu VOC di Batavia dengan strategi perang yang baik yaitu dengan membuat lumbung-lumbung padi di Karawang, Bekasi dll karena diperkirakan bahwa perang akan berlangsung lama. Para adipati di Jawa berdiri di belakang Sultan Agung seperti Dipati Ukur dari Bandung, Adipati Baurekso dari Jepara dan lain-lain. Tetapi karena kalah dalam persenjataan, Mataram mengalami kekalahan. Tahun 1645 Sultan Agung wafat dan dimakamkan di Kotagede. (Sumber : DR. H. J. De Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram, Grafitpers1986) Sebagai pengganti ditunjuk puteranya Amangkurat I yang setelah naik tahta langsung mengikat perdamaian dengan Kumpeni, karena menurutnya meneruskan perang dengan Kumpeni sudah tidak ada lagi gunanya. Perjanjian dengan Belanda tahun 1646 menetapkan bahwa pemerintah Belanda mengakui sultan sebagai penguasa atasan dalam nama dan berjanji mengirimkan duta setiap tahun serta membawa hadiah yang banyak kepada pemerintahannya. Pemberian ini menjadi sumber penghasilan bagi sultan, tetapi sultan memperlakukan duta-duta Belanda tidak wajar misalnya duduk di tempat terbuka dan menunggu beraudiensi dengan sultan selama berjam-jam. Bahkan Belanda diminta membawa hadiah lebih banyak lagi. Kuda dari Persia didatangkan dan pada 1652 Kumpeni memberikan dana sebesar 60.000 gulden, sebaliknya Kumpeni menerima beras dan kayu dari sultan yang memang sangat diperlukan. Kekejaman dan kelicikan sultan terhadap orang lain semakin menjadi-jadi, bahkan dilakukan dengan keluarga dekatnya sendiiri. Tumenggung Wiroguno misalnya, merupakan salah satu korban pembunuhan sultan. Sultan juga menganggap para ulama terlalu ikut campur dalam urusan negara menyebabkan Sultan mulai menaruh kebencian terhadap ulama-ulama. Sultan memerintahkan sebagian besar ulama di Jawa untuk datang menghadapnya, kemudian tentara mengepung mereka dan diperkirakan 6.000 orang dari keluarga ulama itu dibunuh. Benar-benar sultan tidak mewarisi ayahnya yang bergelar ...... sayiidin panatagama ......., gelar sultan ditolaknya dan diganti dengan gelar Jawa yaitu ...... susuhunan. Demikianlah pemerintahannya mendapatkan reaksi keras terhadap pertumbuhan islamisasi dalam masyarakat Jawa. Di lain pihak dia berupaya sekeras mungkin membatasi kekuasaan raja-raja bawahannya dan menciptakan kontrol pribadi di seluruh wilayahnya. Semua ini menimbulkan ketidak puasan di kalangan para pengikutnya. Salah satu bentuk ketidak puasan dilakukan oleh Pangeran Trunojoyo dari Madura dengan melakukan pemberontakan terhadap Mataram. (Sumber : Bernard H.M.Vlekke: NusantaraSejarah Indonesia, Kepustakaan(2008).
Dengan balatentaranya yang tangguh, Trunojoyo menyerbu Mataram. Amangkurat I berniat meminta bantuan dan perlindungan Gubernur Jenderal Kompeni di Batavia, sehingga raja beserta para prajurit pengawalnya yang setia menyingkir ke arah barat selama berminggu-minggu melalui hutan belukar yang dipenuhi pohon kayu besar dan binatang buas. Perjalanan ke barat diteruskan karena Trunojoyo terus mengejar. Kata orang, dalam keadaan hujan dan panas waktu itu perbekalan pangan sudah semakin tipis, banyak prajurit pengawal sakit bahkan meninggal. Sampai di suatu desa keadaan sangat menyedihkan dan para pengawal sudah pada lemas dan terasa les-lesan. Demikian pula raja Amangkurat I sudah sangat lemah. Sebagai tanda peringatan maka desa di mana rombongan raja merasa lemas/les-lesan, dinamakan desa Lesmana. Raja sudah merasa bahwa ajal sudah dekat sehingga beliau berpesan/wasiat Upamane mengko ingsun seda, ingsun siramana neng panggonan sing akeh banyune tur bening
Akhirnya Trunojoyo dapat dibunuh oleh Kompeni dan sebagai rasa gembira diiringi tembang di atas.
Sementara itu sisa rombongan pengawal almarhum Sunan Amangkurat I setelah pemakaman Amangkurat I kembali ke Mataram untuk melaporkan seluruh kejadian yang telah dialami kepada Sunan Amangkurat II. Sunan Amangkurat II memutuskan dan memerintahkan suatu rombongan baru yang lengkap dengan para nara prajanya untuk pergi ke dukuh Karangwuni untuk menyatakan terima kasih kerpada warga dukuh yang membantu memandikan (menyiram) jenazah Sunan Amangkurat I, sekaligus memberikan nama baru dukuh Karangwuni menjadi Pasiraman (asal kata dari pesiraman yang berarti tempat menyiram/memadikan) dan meningkatkan statusnya dari dukuh menjadi kademangan yang langsung di bawah Kerajaan Mataram berupa desa perdikan yang dipimpin oleh seorang demang yang masih termasuk dalam kerabat keraton dengan gelar raden. Untuk menjaga sumber air yang digunakan untuk memandikan jenazah Amangkurat I, ditunjuk abdi dalem lain untuk menjaga tempat (cungkub) tersebut sebagai juru kunci, dan desa Legok dirubah namanya menjadi Pekuncen Demang yang menurut cerita terkenal adalah Demang R. Kramayuda karena bijaksana dalam memimpin kademangan dan sangat dekat dengan warganya.
Kepemimpinan Demang bersifat turun temurun. Desa dibangun meniru bangunan ibu kota Mataram yaitu Plered dimana ada jalan dan bangunan. Pasiraman menjadi ramai termasuk kedatangan pedagang Cina untuk menghidupkan perekonomian desa. Sejarah Kademangan Pasiraman kemudian menjadi unik. Sampai saat ini tidak ditemukan sejarah Pasiraman yag dapat dipercaya, namun sejarah didapatkan dari cerita mulut ke mulut. Suatu saat mau tidak mau kademangan harus dibagi menjadi dua karena demang memiliki dua putra lelaki, yang masing-masing akhirnya minta diberi kekuasaan sehingga kademangan dibagi menjadi dua yaitu Kademangan Pasiraman Lor dan Kademangan Pasiraman Kidul. Cara pembagian wilayah dan penduduk terasa unik di mana warga Pasiraman Lor ada yang tinggal di Pasiraman bagian selatan dan sebaliknya., seperti Bau Talab yang merupakan bau Pasiraman Lor tempat tinggalnya di Ciblawong yang berbatasan dinding dengan kediaman Demang Pasiraman Kidul. Sebaliknya rumah Dulrokhim yang warga Pasiraman Kidul tinggalnya di wilayah utara (Pasiraman Lor). Ada pula warga Pasiraman yang tinggal di desa Pekuncen yang diberi tanggung jawab sebagai juru kunci makam keluarga kademangan. Yang aneh juga adalah Desa Pasiraman Kidul berbatasan di sebelah utara dengan desa Pekuncen. Logikanya perbatasan selatan desa Pekuncen adalah desa Pasiraman Lor. Cara pembagian menjadi Pasiraman Lor dan Pasiraman Kidul ini kelihatannya bukan berdasarkan wilayah tetapi kemauan warganya secara sendiri-sendiri. Kalau demikian maka pembagian wilayah dan warganya besar kemungkinan didasarkan atas apa yang disebut sekarang sebagai referendum dimana tiap keluarga bebas memilih siapa pemimpin yang akan dipilihnya. Kalau demikian maka refendum pertama di Indonesia ini boleh jadi dilakukan di Pasiraman.
Sebagai desa perdikan, Pasiraman berbeda dengan desa lain di Distrik Ajibarang. Demang sebagai kepala desa perdikan bersifat turun temurun dan sebagai abdi dalem berhak memakai gelar Raden (untuk perempuan Raden Ajeng bila masih muda dan Raden Nganten bila sudah dewasa). Kademangan merupakan pusat pemerintahan dan rumah tinggal Demang. Bangunan kademangan meniru pola rumah kabupaten yaitu menghadap ke laut kidul, di depannya ada halaman yang luas, ditengah-tengah ada taman dan di depannya ada masjid. Mula-mula kademangan Pasiraman Lor dan Kidul bentuknya sama/paralel.
Dari mesjid dibangun jalan menuju ke utara ke arah gerbang Kademangan Pasiraman Lor. Setelah gerbang, di kanan dan kiri jalan ditanam pohon pakis (pohon ancur) yang menghasilkan lem. Selanjutnya terdapat tanaman lain seperti cengkeh dan jambu thokal. Menjelang bangunan kademangan jalan terpecah menjadi dua, yang kekanan menuju garasi mobil sedang yang kekiri menuju gardu jaga. Kanan dan kiri wilayah gedung kademangan dibatasi dengan tambleg. Tambleg membatasi sebelah timur dengan jalan menuju Legok / Ajibarang sedang sebelah barat tamblegnya membatasi wilayah Denasri. Gedung Kademangan Pasiraman Lor cukup tinggi dari halaman depan dengan tangga setinggi lima trap sehingga kalau Demang berdiri di pendopo akan kelihatan dari halaman. Pendopo ini selain dijadikan tempat siniwoko para bawahan yang akan menghadap tetapi juga untuk menerima tamu. Pada perkembangan selanjutnya digunakan untuk tempat pertunjukan, khususnya pada waktu ada hari-hari besar seperti perayaan tujuh belasan. Kethoprak seperti Bandempo dan orkes kroncong sering dipergelarkan di sini. Ibu-ibu dan para pemudi sering memperdengarkan panembromo diiringi gamelan lengkap seperti gambang, kendang, saron, slenthem, gender, kenong, gong dll. Guru Dikin merupakan penabuh gambang yang handal. Bahkan di halaman yang luas dibangun tobong. Pokoknya kalau ada acara di Kademangan Pasiraman Lor pasti masyarakat baik yang berasal dari Pasiraman maupun luar Pasiraman berlimpah ruah menyaksikan berbagai pertunjukan. Keramaian ini memberi keuntungan pada masyarakat karena masyarakat juga berpartispasi meramaikannya termasuk berjualan seperti kupat tahu, pecel dll.
Untuk keperluan mandi dan cuci, di Kademangan Pasiraman Lor pernah dibuat ledeng buatan sendiri. Kademangan Pasiraman Kidul mirip dengan Pasiraman Lor terletak di sebelah timur Sekolah Bestuur, jalan ke utara setelah perempatan ada jalan ke timur ke arah mesjid sedang ke arah barat menuju Kebon Gedang Lor. Wilayah kademangan Pasiraman Kidul juga dibatasi dengan tambleg. Dalam perkembangan selanjutnya Kademangan Pasiraman Kidul dipindahkan ke sebelah utara Klinik., bangunan tidak lagi menghadap ke laut tetapi menghadap ke barat ke arah Parakansinjang, dan bangunannya seperti bangunan kelurahan desa yang lain.
Sebagai kademangan, administrasi pemerintahan berjalan dengan baik. Berbagai lembaga didirikan untuk mendukung pemerintahan seperti ditunjuknya carik (sekretaris kademangan), bau (kepala wilayah), pengulu, kulisi, kebayan, lebe, marbot, mantri lumbung (untuk menjamin bahwa logistik bahan makanan khususnya beras cukup), mantri pasar, yang kebanyakan masih kerabat demang dengan panggilan mas (bagi laki-laki), mas loro (bagi perempuan muda) dan mas ajeng (bagi perempuan dewasa), juga ditunjuk sopir (sofeer). Untuk melayani kesehatan rakyat dibangun sebuah Klinik alias Balai Pengobatan. Inspeksi/pengawasan atas jalannya pemerintahan dilakukan oleh demang. Dengan bersepeda dan menggunakan topi gabus demang keliling (kelalar) desa. Salah satu kegiatan kebersihan desa (kerigan) secara rutin dilakukan untuk membersihkan jalanan,.tambleg dan rolak sehingga jalanan tetap kelihatan bersih. Beberapa istilah sebagai tanda bekas kademangan masih ditemui seperti istilah Kebon Dalem, Wangan Dalem dan Serang di Kebon Gedang.
Sumber media